Senin, 24 November 2008

Tanggapan atas pertanyaan masalah pembelajaran dari Kurnia Hidayati

Tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan harapan-harapan dari perkuliahan matematika tanggal 11 November 2008 atas nama Kurnia Hidayati ( DIKDAS PGMI)
Penanggap: Sabina Ndiung (HP 085868217555)
(Dikdas PGSD)

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Pembelajaran matematika seperti apa yang paling baik untuk diterapkan di SD?
Tanggapan:
Jika dikaitkan dengan pandangan tokoh Pendidikan Matematika Realistik (Realistic mathematics Education), Matematika merupakan kegiatan manusia (Freudenthal, 1977). Menurut pandangannya Matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari kegiatan kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan melakukannya. Oleh karena itu seorang guru harus mengetahui langkah-langkah pembelajarannya agar penyampaian sistematis. Seperti yang disampaikan oleh Zulkardi, 2002) langkah-langkah pembelajaran matematika realistik:
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berabagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamanya, dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tangggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan atauran atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pertemuan siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Sehingga menurut pendapat saya, dari beberapa uraian diatas menunjukkan bahwa tidak ada cara yang terbaik dalam membelajarkan matematika, kecuali kalau kita menjadi yang terbaik agak proses menjadi lebih baik. Seorang tak akan pernah berhenti belajar dan mencari mana yang akan menjadi pilihan bagi dirinya untuk melakukannya. Oleh karena tiu, marilah kita selalu siap dan peka terhadap segala perubahan yang ada dan mencintai profesi serta anaka didik seperti kita mencintai diri kita adanya.
2. Hakekat matematika sekolah?
Tanggapan:
Hakekat matematika yang bersifat umum ditekankan kepada siswa untuk memiliki:
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi
3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat obyekatif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. (PUSKUR, 2002)
Jika kita lihat kemampuan-kemampuan di atas berguna untuk pendidikan lebih tinggi dan berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia kerja.



3. Hakekat siswa belajar matematika
Tanggapan:
Pusat kurikulum (PUSKUR 2006) sebagian tersirat dalam kurikulum berbasis kompetensi, hakekat siswa belajar matematika adalah siswa memilki kemampuan menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, penataan nalar anak sertapembentukan kepribadian dan penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah. Menurut saya, seseorang belajar pasti memiliki tujuan. Begitupun dengan siswa yang belajar matematika, dengan mempelajarinya maka akan membiasakan diri mereka untuk berpikir kritis dan logis.
Dengan terbiasanya mereka berpikir kritis maka dengan mudah memecahkan masalah, mengkomunikasikan idenya dangan nalar dan dengan cara empatik, serta mampu mengembangkan kompetensinya secara mandiri


4. Perbedaan matematika secara tradisional dan progresif
Tanggapan:
Menurut saya, matematika secara tradisional dan perogresif jika dilihat dari makana katanya tidak berbeda tetapi jika kita melihat dari perosesnya pasti berbeda. Kalau kita melihat matetaika secara tradisional itu berarti kita melihat dari kebiasaan kita dalam membelajarkan matemtika. Tetapi jika kita melihatnya dari sudut pandang progresif itu berarti ingin merubah suatu kebiasaan yang melekat itu menjadi pola pikir yang lebih maju dan ingin keluar cara pandang tradisional. Sementara menurut Paul Ernest dari tulisannya berjudul The Philosophy of mathematics education, ia mengatakan bahwa dari sudut pandang tradisional matematika merupakan struktur kebenaran, senentara sudut pandang progresif matematika merupakan proses pemahaman. Kalau kita kaitkan dengan masalah pembelajaran sekarang masih banyak dari guru/dosen yang cenderung memiliki sudut pandang tradisional karena masih berpegang teguh pada kebiasaan.
5. Cara menjelaskan pembagian pecahan dengan menggunakan alat peraga.
Tanggapan:
Kalau kita ingin berpikir maju, semestinya kita selaku guru/dosen tidak mempermasalahkan proses pembelajaran khususnya dalam menjelaskan materi. Mengapa saya mengatakan demikian karena masing-masing kita meilki karisama tersndiri untuk menyampaikan materi yang sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran kita. Menurut saya, dengan bantuan alat peraga siswa akan dengan mudah memerimanya. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita memilih bahan atau alat untuk peragaan agar siswa tidak salah konsep.
Dalam menjelaskan topik yang diajarkan, misalnya bilangan pecahan yang salah satu kompetensinya yang akan dicapai adalah “menjelaskan arti pecahan dan membandingkannya, maka kita dapat menggunakan kue yang berbentuk bulat dan tipis, seperti serabi, atau kertas berbentuk lingkaran yang sama besar ( Yusuf Hartono, 2007: 7 -21).
Dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran maka kita dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
• Persiapan
Sebagai persiapan, guru mempelajari terlebih dahulu arti pecahan dan cara mengurutkannya. Setelah menetapkan masalah kontekstual yang akan dipakai untuk memulai pembelajaran, guru menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Di sisni kita akan menggunakan masalah membagi kue serabi, sehingga guru harus menyediakan beberapa kertas berbentuk lingkaran yang sama besarnya sebgai model kue serabi. Selanjutnya guru menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan di kelas. Berbagai strategi yang mungkin yang akan ditempuh siswa dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya sudah diantisipasi pada langkah ini, sehingga guru bisa mnegendalikan proses pembelajaran dikelas.
• Pembukaan
Pada awal pembelajaran, guru menceriterakan kepada siswa bahwa seorang ibu ingin membagi 3 potong kue serabi kepada 4 orang anaknya sedemikian rupa sehingga setiap anak mendapat bagian yang sama. Setela itu, guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota masing-masing 4 orang. Setiap kelompok diberi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai model kue serabi dan sebuah gunting, lalu diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran itu di antara mereka sehingga setiap anggota menerima bagian yang sama besar. Guru memberi waktu kepada setiap kelompok untuk memcahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Setelah waktu yang diberikan habis, setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah, sedangkan kelompok lain memberi kritik dan saran. Kemudian siswa dikelompokkan menjadi kelompok dengan anggota masing-masing 5 orang dan diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran menjadi lima bagian yang sama seperti sebelumnya. Lalu siswa diminta membandingkan potongan mana yang lebih besar (3 lembar kertas berbentuk lingkaran dipotong 4 atau dipotong 5).
• Proses pembelajaran
Pada saaat pembelajaran berlangsung guru hanya memeperhatikan kegiatan setiap kelompok membagi “kue” yang diberikan dan memberi bantuan jika diperlukan. Kemudian guru memberi kesempatan kepada wakil setiap kelompok untuk menyajikan cara mereka membagi “kue” dan kelompok lain memberi kritik dan saran. Selain itu, siswa juga diminta mendiskusikan potongan mana yang lebih besar (“kue” yang dibagi 4 atau dibagi 5). Guru mengarahkan siswa dalam diskusi kelas untuk membuat kesimpulan bersama tentang arti bilangan pecahan dan cara menggunakannya.
• Penutup
Sebagai pentup, siswa diminta mengerjakan soal dan diberi pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi perbandingan pecahan. Pada akhir pelajaran guru mengajak siswa bersama-sama menyimpulkan apa yang sudah mereka kerjakan dan pelajari saat itu.

Harapan-harapan:
1. Bisa mentransfer ilmu yang diperoleh kepada peserta didik
Tanggapan:
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk pola sendiri (Bettencourt,1989).
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru punya peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Maka tekanan diletakkan pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru mengajar.
Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasikannya. Baik dilihat bagaimana jalan berikir mereka itu terhadap persoalan yang ada. Tanyakan kepada mereka bagaimana mendapatkan jawaban itu. Ini cara yang baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan mengapa suatu jawaban tidak untuk keadaan tertentu (von Glasersfeld, 1989).
Guru perlu mengerti sifat kesalahan siswa. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah penuh dengan kesalahan dan error. Error adalah suatu bagian dari konstruksi semua bidang yang tidak bisa dihindarkan. Error kerapkali menunjukkan penalaran siswa yang digunakan untuk memcahkan persoalan.
Menurut von Glasersfeld, guru perlu membiarkan siswa menemukan cara yang paling cocok dalam pemecahan persoalan. Bila seorang guru tidak menghargai cara penemuan mereka, ini berarti menyalahi sejarah perkembangan sains, yang dimulai juga dari kesalahan (von Glsersfeld).
2. Menjadi guru yang profesional dibidang matematika
Tanggapan:
Profesional bisa dikatakan ia sudah ahli di bidang. Tetapi kalu kita mencermati fenomena yang muncul selama proses reformasi, kiranya perlu mempertimbangkan bahwa tujuan pendidikan di masa depan yang pertama kiranya adalah mendidik manusia untuk menjadi insan yang demokratis, yang menghargai perbedaan-perbedaan dan dapat hidup bersama tanpa rasa kwatir dan takut. Ini dapat dicapai jika sejak kecil siswa diberi kesempatan mengutarakan apa yang dia pikir tanpa kwatir akan mendapat perlakuan yang tidak diharapkan dari lingkungannya karena pendapatnya berbeda dari mereka (Marpaung,1998:1). Ini merupakan tugas yang paling berat bagi seorang dosen/guru dalam membentuk kepribadian anak dan akan dengan mudah meningkatkan kemampuan kognitifnya. Jika semua komponen-komponen pendukung pembelajaran dosen/guru mampu melaksanakannya dan mampu mengidentifikasi apa yang menjadi permasalahannya dalam mengajar barulah dapat dikatakan ia profesional dibidang.
3. Membuat belajar matematika menjadi mudah bagi peserta didik
Tanggapan:
Untuk mencapai kata mudah sangat sulit dimaknai, karena menurut saya peserta didik tidak begitu gampang menerima pelajaran yang masih dianggap relatif baru bagi mereka. Agar mencapai tujuan itu seorang guru/dosen harus merubah paradigma berpikir dalam hal ini mendidik siswanya yaitu dari paradigma mengajar ke paradigma belajar. Apabila kita mengacu pada paradigma mengajar maka disini seorang guru/dosen siap menyuapkan siswa berbagai pengetahuan sementara siswa hanya menerima saja dan duduk dengan sopan untuk mendengarkan palajaran dengan kata lain pembelajaran berpusat pada guru. Umumnya guru/dosen menginginkan siswa/mahasiswanya aktif mengolah informasi yang diterimanya tak tergantung dari kondisi pembelajaranya, khususnya memahami, memberi pada atau mencari makna dari informasi tersebut. Guru/dosen yang baik tidak menggiring siswa/mahasiswanya hanya sekedar menjadi robot-robot, tetapi mengaharapkan mereka mandiri, produktif dan kreatif atau penuh dengan ide-ide yang bervariasi. Individu yang berbeda melihat dari kaca mata yang berbeda dan karenanya menyelesaikannya dengan strtegi yang berbeda yang walaupun akhirnya hasil akhir yang mereka peroleh adalah sama (Marpaung: 998). Perubahan paradigma dari mengajar ke siswa belajar tidak lepas dari semakin berkembang dan ditrimanya filsafat konstruktivisma (Ernest, 1991; von Glasersfeld, 1989, 1992; Paul Suparno, 1997. dalam Marpaung, 1998).
4. Tidak ada siswa yang benci matematika.
Tanggapan:
Matematika merupakan mitos yang menakutkan bagi setiap orang yang tidak suka dengan matematika. Berdasarkan pengalaman, begitu banyak anak SD memaksakan orang tuanya agar mencari sekolah baginya yang tidak ada pelajaran matematikanya. Hal ini orang tua menjadi baingung dan panik bagaimana mengatasi masalah anaknya yang benci dengan matematika. Masalah ini sebenarnya timbul dari dalam diri orang tua yang tidak pernah memperkenalkan sedikitpun ilmu atau pengalaman yang terbaik kepada anaknya dan menjelaskan bahwa metematika itu hana sebuah permainan seperti kita juga menghitung berapa banyaknya uang tabungan kita. Sehingga saya sependapat, bahwa kita harus menghilangkan rasu takut siswa terhadap matematika dengan membelajarkannya sesuai dengan karaketeristik dan pengalaman langsung peserta didik.

Tidak ada komentar: