Selasa, 25 November 2008

Comment: The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics

According the teaching methods is the strategy of the teacher to implement or apply one concept. Some approaches which can be applied by theacher in teaching learning are Contextual Teaching Learning (CTL), Realistics Mathematics Education (RME), Constructivist, Lesson Study, ect, the importance of quality teaching and teacher quality. I support is Lessons Study can be apllied in Indonesia because Lessons Study is a good method in teaching mathematics for getting a good achievement of mathematics. The Lesson Study is innovation as a dimension of teacher profesionalism.
Most in curently being written about critical importance of quality teaching and teacher quality. This can be explained partly by the limited impac of many large-scale, systematics initiatives designed to reform education and school. Another factors is the urgent need to increase the status of teaching and teachers given an ageing profession and teacher shortages. Perhaps the most significant reason, however, is mounting evidence to indicate that good teachers really do “make a difference”. (Comment by: Sabina Ndiung, DIKDAS 2007).

Senin, 24 November 2008

Tanggapan atas pertanyaan masalah pembelajaran dari Kurnia Hidayati

Tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan harapan-harapan dari perkuliahan matematika tanggal 11 November 2008 atas nama Kurnia Hidayati ( DIKDAS PGMI)
Penanggap: Sabina Ndiung (HP 085868217555)
(Dikdas PGSD)

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Pembelajaran matematika seperti apa yang paling baik untuk diterapkan di SD?
Tanggapan:
Jika dikaitkan dengan pandangan tokoh Pendidikan Matematika Realistik (Realistic mathematics Education), Matematika merupakan kegiatan manusia (Freudenthal, 1977). Menurut pandangannya Matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari kegiatan kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan melakukannya. Oleh karena itu seorang guru harus mengetahui langkah-langkah pembelajarannya agar penyampaian sistematis. Seperti yang disampaikan oleh Zulkardi, 2002) langkah-langkah pembelajaran matematika realistik:
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berabagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamanya, dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tangggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan atauran atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pertemuan siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Sehingga menurut pendapat saya, dari beberapa uraian diatas menunjukkan bahwa tidak ada cara yang terbaik dalam membelajarkan matematika, kecuali kalau kita menjadi yang terbaik agak proses menjadi lebih baik. Seorang tak akan pernah berhenti belajar dan mencari mana yang akan menjadi pilihan bagi dirinya untuk melakukannya. Oleh karena tiu, marilah kita selalu siap dan peka terhadap segala perubahan yang ada dan mencintai profesi serta anaka didik seperti kita mencintai diri kita adanya.
2. Hakekat matematika sekolah?
Tanggapan:
Hakekat matematika yang bersifat umum ditekankan kepada siswa untuk memiliki:
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi
3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat obyekatif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. (PUSKUR, 2002)
Jika kita lihat kemampuan-kemampuan di atas berguna untuk pendidikan lebih tinggi dan berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia kerja.



3. Hakekat siswa belajar matematika
Tanggapan:
Pusat kurikulum (PUSKUR 2006) sebagian tersirat dalam kurikulum berbasis kompetensi, hakekat siswa belajar matematika adalah siswa memilki kemampuan menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, penataan nalar anak sertapembentukan kepribadian dan penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah. Menurut saya, seseorang belajar pasti memiliki tujuan. Begitupun dengan siswa yang belajar matematika, dengan mempelajarinya maka akan membiasakan diri mereka untuk berpikir kritis dan logis.
Dengan terbiasanya mereka berpikir kritis maka dengan mudah memecahkan masalah, mengkomunikasikan idenya dangan nalar dan dengan cara empatik, serta mampu mengembangkan kompetensinya secara mandiri


4. Perbedaan matematika secara tradisional dan progresif
Tanggapan:
Menurut saya, matematika secara tradisional dan perogresif jika dilihat dari makana katanya tidak berbeda tetapi jika kita melihat dari perosesnya pasti berbeda. Kalau kita melihat matetaika secara tradisional itu berarti kita melihat dari kebiasaan kita dalam membelajarkan matemtika. Tetapi jika kita melihatnya dari sudut pandang progresif itu berarti ingin merubah suatu kebiasaan yang melekat itu menjadi pola pikir yang lebih maju dan ingin keluar cara pandang tradisional. Sementara menurut Paul Ernest dari tulisannya berjudul The Philosophy of mathematics education, ia mengatakan bahwa dari sudut pandang tradisional matematika merupakan struktur kebenaran, senentara sudut pandang progresif matematika merupakan proses pemahaman. Kalau kita kaitkan dengan masalah pembelajaran sekarang masih banyak dari guru/dosen yang cenderung memiliki sudut pandang tradisional karena masih berpegang teguh pada kebiasaan.
5. Cara menjelaskan pembagian pecahan dengan menggunakan alat peraga.
Tanggapan:
Kalau kita ingin berpikir maju, semestinya kita selaku guru/dosen tidak mempermasalahkan proses pembelajaran khususnya dalam menjelaskan materi. Mengapa saya mengatakan demikian karena masing-masing kita meilki karisama tersndiri untuk menyampaikan materi yang sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran kita. Menurut saya, dengan bantuan alat peraga siswa akan dengan mudah memerimanya. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita memilih bahan atau alat untuk peragaan agar siswa tidak salah konsep.
Dalam menjelaskan topik yang diajarkan, misalnya bilangan pecahan yang salah satu kompetensinya yang akan dicapai adalah “menjelaskan arti pecahan dan membandingkannya, maka kita dapat menggunakan kue yang berbentuk bulat dan tipis, seperti serabi, atau kertas berbentuk lingkaran yang sama besar ( Yusuf Hartono, 2007: 7 -21).
Dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran maka kita dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
• Persiapan
Sebagai persiapan, guru mempelajari terlebih dahulu arti pecahan dan cara mengurutkannya. Setelah menetapkan masalah kontekstual yang akan dipakai untuk memulai pembelajaran, guru menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Di sisni kita akan menggunakan masalah membagi kue serabi, sehingga guru harus menyediakan beberapa kertas berbentuk lingkaran yang sama besarnya sebgai model kue serabi. Selanjutnya guru menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan di kelas. Berbagai strategi yang mungkin yang akan ditempuh siswa dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya sudah diantisipasi pada langkah ini, sehingga guru bisa mnegendalikan proses pembelajaran dikelas.
• Pembukaan
Pada awal pembelajaran, guru menceriterakan kepada siswa bahwa seorang ibu ingin membagi 3 potong kue serabi kepada 4 orang anaknya sedemikian rupa sehingga setiap anak mendapat bagian yang sama. Setela itu, guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota masing-masing 4 orang. Setiap kelompok diberi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai model kue serabi dan sebuah gunting, lalu diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran itu di antara mereka sehingga setiap anggota menerima bagian yang sama besar. Guru memberi waktu kepada setiap kelompok untuk memcahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Setelah waktu yang diberikan habis, setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah, sedangkan kelompok lain memberi kritik dan saran. Kemudian siswa dikelompokkan menjadi kelompok dengan anggota masing-masing 5 orang dan diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran menjadi lima bagian yang sama seperti sebelumnya. Lalu siswa diminta membandingkan potongan mana yang lebih besar (3 lembar kertas berbentuk lingkaran dipotong 4 atau dipotong 5).
• Proses pembelajaran
Pada saaat pembelajaran berlangsung guru hanya memeperhatikan kegiatan setiap kelompok membagi “kue” yang diberikan dan memberi bantuan jika diperlukan. Kemudian guru memberi kesempatan kepada wakil setiap kelompok untuk menyajikan cara mereka membagi “kue” dan kelompok lain memberi kritik dan saran. Selain itu, siswa juga diminta mendiskusikan potongan mana yang lebih besar (“kue” yang dibagi 4 atau dibagi 5). Guru mengarahkan siswa dalam diskusi kelas untuk membuat kesimpulan bersama tentang arti bilangan pecahan dan cara menggunakannya.
• Penutup
Sebagai pentup, siswa diminta mengerjakan soal dan diberi pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi perbandingan pecahan. Pada akhir pelajaran guru mengajak siswa bersama-sama menyimpulkan apa yang sudah mereka kerjakan dan pelajari saat itu.

Harapan-harapan:
1. Bisa mentransfer ilmu yang diperoleh kepada peserta didik
Tanggapan:
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk pola sendiri (Bettencourt,1989).
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru punya peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Maka tekanan diletakkan pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru mengajar.
Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasikannya. Baik dilihat bagaimana jalan berikir mereka itu terhadap persoalan yang ada. Tanyakan kepada mereka bagaimana mendapatkan jawaban itu. Ini cara yang baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan mengapa suatu jawaban tidak untuk keadaan tertentu (von Glasersfeld, 1989).
Guru perlu mengerti sifat kesalahan siswa. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah penuh dengan kesalahan dan error. Error adalah suatu bagian dari konstruksi semua bidang yang tidak bisa dihindarkan. Error kerapkali menunjukkan penalaran siswa yang digunakan untuk memcahkan persoalan.
Menurut von Glasersfeld, guru perlu membiarkan siswa menemukan cara yang paling cocok dalam pemecahan persoalan. Bila seorang guru tidak menghargai cara penemuan mereka, ini berarti menyalahi sejarah perkembangan sains, yang dimulai juga dari kesalahan (von Glsersfeld).
2. Menjadi guru yang profesional dibidang matematika
Tanggapan:
Profesional bisa dikatakan ia sudah ahli di bidang. Tetapi kalu kita mencermati fenomena yang muncul selama proses reformasi, kiranya perlu mempertimbangkan bahwa tujuan pendidikan di masa depan yang pertama kiranya adalah mendidik manusia untuk menjadi insan yang demokratis, yang menghargai perbedaan-perbedaan dan dapat hidup bersama tanpa rasa kwatir dan takut. Ini dapat dicapai jika sejak kecil siswa diberi kesempatan mengutarakan apa yang dia pikir tanpa kwatir akan mendapat perlakuan yang tidak diharapkan dari lingkungannya karena pendapatnya berbeda dari mereka (Marpaung,1998:1). Ini merupakan tugas yang paling berat bagi seorang dosen/guru dalam membentuk kepribadian anak dan akan dengan mudah meningkatkan kemampuan kognitifnya. Jika semua komponen-komponen pendukung pembelajaran dosen/guru mampu melaksanakannya dan mampu mengidentifikasi apa yang menjadi permasalahannya dalam mengajar barulah dapat dikatakan ia profesional dibidang.
3. Membuat belajar matematika menjadi mudah bagi peserta didik
Tanggapan:
Untuk mencapai kata mudah sangat sulit dimaknai, karena menurut saya peserta didik tidak begitu gampang menerima pelajaran yang masih dianggap relatif baru bagi mereka. Agar mencapai tujuan itu seorang guru/dosen harus merubah paradigma berpikir dalam hal ini mendidik siswanya yaitu dari paradigma mengajar ke paradigma belajar. Apabila kita mengacu pada paradigma mengajar maka disini seorang guru/dosen siap menyuapkan siswa berbagai pengetahuan sementara siswa hanya menerima saja dan duduk dengan sopan untuk mendengarkan palajaran dengan kata lain pembelajaran berpusat pada guru. Umumnya guru/dosen menginginkan siswa/mahasiswanya aktif mengolah informasi yang diterimanya tak tergantung dari kondisi pembelajaranya, khususnya memahami, memberi pada atau mencari makna dari informasi tersebut. Guru/dosen yang baik tidak menggiring siswa/mahasiswanya hanya sekedar menjadi robot-robot, tetapi mengaharapkan mereka mandiri, produktif dan kreatif atau penuh dengan ide-ide yang bervariasi. Individu yang berbeda melihat dari kaca mata yang berbeda dan karenanya menyelesaikannya dengan strtegi yang berbeda yang walaupun akhirnya hasil akhir yang mereka peroleh adalah sama (Marpaung: 998). Perubahan paradigma dari mengajar ke siswa belajar tidak lepas dari semakin berkembang dan ditrimanya filsafat konstruktivisma (Ernest, 1991; von Glasersfeld, 1989, 1992; Paul Suparno, 1997. dalam Marpaung, 1998).
4. Tidak ada siswa yang benci matematika.
Tanggapan:
Matematika merupakan mitos yang menakutkan bagi setiap orang yang tidak suka dengan matematika. Berdasarkan pengalaman, begitu banyak anak SD memaksakan orang tuanya agar mencari sekolah baginya yang tidak ada pelajaran matematikanya. Hal ini orang tua menjadi baingung dan panik bagaimana mengatasi masalah anaknya yang benci dengan matematika. Masalah ini sebenarnya timbul dari dalam diri orang tua yang tidak pernah memperkenalkan sedikitpun ilmu atau pengalaman yang terbaik kepada anaknya dan menjelaskan bahwa metematika itu hana sebuah permainan seperti kita juga menghitung berapa banyaknya uang tabungan kita. Sehingga saya sependapat, bahwa kita harus menghilangkan rasu takut siswa terhadap matematika dengan membelajarkannya sesuai dengan karaketeristik dan pengalaman langsung peserta didik.

Masalah matematika SD

Freudenthal mengatakan bahwa matematika itu adalah kegiatanmanusia(human activity) (de Lange 1987, van den Heuvel-Panhuizen,1996,1999);bukan sesuatu yang sudah jadi, yang hanya perlu ditentukan oleh mereka yang sedang belajar. aktivitas yang dimaksudkan disini terutama aktivitas mental. artinya mereka yang belajar harus aktif merekonstruksi atau mereinvent pengetahuan. sehingga menurut saya didalam kegiatan matematika yang merupakan kegiatan insani akan dapat membentuk kepribadian siswa atau pebelajar. hal ini juga ditegaskan ole pak Marsigit dalam perkuliahan yang mengatakan bahwa kepribadian seseoarang melalui matematika dapat terbentuk bergantung bagaimana seorang individu atau masyarakat menilai metematika dari sudut pandang tertentu. misalkan menurut sudut pandang tradisional menekan individu untuk melakukan sesuatu. sementara menurut pandangan progresif matematika merupakan proses yang dilalui siswa untuk menemukan perubahan dalam dirinya.
sistem pendidikan kita selama ini ternyata tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubhan global yang terjadi di masyarakat, sehingga kita selalu tertinggal bahkan mundur. kalau kita amati tingkah laku manusia Indonesia sekarang, sesudah Orde Baru tumbang, dapat kita katakan budaya kita mundur 100 tahunatau lebih. proses bserpikir kita tidak mampu berjalan mengikuti arus perkembangan ilmu pengatahuan. dampak dari semuanya ini adalah bagaimana sietem pendidikan kita yang hanya memotret sesaat kemampuan anak melalui Ujian Akhir Nasional. hal ini amat disayangkan karena kita tidak memperhatikan perjuangan mereka dalam proses. Pa Marsigit mengatakan hal ini semua terjadi karena pemerintah dan sistemnya selalu mereduksi cara berpikir yang inginnya mengukur kemampuan orang tanpa mengacu pada pola.
menurut saya bila pembentukan mental dan kepribadian dapat dilakukan melalui kegiatan matemtika dan proses yang kontinuitas maka didalamnya sudah termasuk unsur moral. karena hemat saya moaral terbentuk dari bagaimana seorang siswa dapat bernegosiasi dan saling berbagi pendapat dalam diskusi kelompok dalam menyelesaikan masalah matematika.
adanya kegiatan yang dilakukanoleh para guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menerapakan trik-trik terntentu untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap materi matemtika sesungguhnya hal itu sah-sah saja apabila kita kembalai melihat sisetam pendidikanyang ada di negeri kita. semuanya itu dilakukan karena mereka tidak mau kehilangan anak didiknya dari tanggungjawab mereka agar siswanya dapat lulus dan dapat menyelesaikan soal dengan cepat dan benar.
Sebuah metode pembelajaran dapat diterapkan dengan baik apabila seorang guru juga mempunyai strategi untuk menggunakannya. sebelum kita menerapkan sesuatu metode atau pendekatan dalam pembelajaran sesungguhnya kita harus mempelajari terlebih dahulu apa yang menjadi karakteristik dari pendekatan itu agar tidak terjadi miskonsepsi.
Tidak ada sebuah fasilitas yang sangat ampuh untuk memfasilitasi pembelajaran bagi anak kecuali bagaimana kita peka dan mampu menerima segala perubahan dan menerapakan berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran yang mengarah pada penerapannya agar siswa tidak merasa sesatu itu sangat kompleks dan sulit dilakukan. menjadikan kita sebagai seorang yang profesional di bidang niscaya kita sudah memfasilitasi siswa itu untuk bereksplorasi pada dunianya khususnya dunia matematika.
Hakekat matematika sesungguhnya didefenisikan sendiri oleh guru karena dialah yang mengetahui seluk beluk dan karakteristik anak didik. berangkat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya ia dapat menyimpulakan apa yang seharusnya disapatkan oleh anak didiknya dari kegiatan matematika itu. karena menurut yang saya baca belum ada tolok ukur yagn dapat menggambarkan hakekat pembelajaran matematika sekolah karena hal ini diberikan kepercayaan kepada guru untuk merumuskannya.
Kepribadian yang unik merupakan anugerah dari Yang Kuasa. kita selaku pendidik sebenarnya sangat bersyukur kerena kita harus berhadapan dengan berbagai karakter yang unik. oleh karena itu kita menyesuaikan diri dan mampu membimbing mereka dan berfungsi sebagai teman dalam belajar.
Matematika tidak sulit. tetapi banyak anggapan yang mengatakan itu sangat sulit semuanya dipengaruhi oleh bagaimana seoarang itu tellah menrima suatu konsep yang salah dari matetika.
PMRI adalah sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran matemtika, Tetapi di Belanda pendekatan ini sudah diterpkan 30 tahun yang lalu berdasrkan pandangan matemtikawan Freudenthal di Institut Freudenthal. Dalam menyajikan konsep tentang pembagian pecahan dalam matetika realistik Indonesia mengisyaratkan seorang guru harus memnfaatkan segala sarana yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai sunber belajar. sehingga dalam membandingkan pecahan guru mampu memilih media yang cocok dalam pembelajarannya.
Sesuatu yang diharapkan merupakan sesuatu yang mampu memuaskan keinginan sesorang. dalam pembelajaran matemtika yang diharapkan adlah bagaimana mereka bermatetika atau matemtisasi. amak disnilah peran guru sebagai figur yang mampu memberikan pengharapan kepada peserta didik melelui proses pembelajaran yang menyenangkan dan mampu eyelesaikan masalah bersama-sama dengan peserta didik.
matematika sekolah lebih menekan pada bagaimana proses mempelajari struktur, konsep, prinsip dan fakta matemtika itu oleh peserta didik sehingga mereka mampu memecahkan masalah dan mampu bekerjasama. Sementara matemtika murni mereka hanya mempelajari ilmu matemtika dan kegunaanya dalam hidup dan cenderung penerapannya pada masalah mendesain matemtika berdasrkan karakter tertentu.
Berpikir logis merupakan cara berpikir seseorang secara sistematis. melalui pikiran itu siswa menjadi lebih rasional dan tertata penalarannya sehingga dalam kehidupannya ia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Sesungguhnya tidak ada yang berbeda dari cara membelajarkan matematika di Indonesia dengan luar neger. hanya saja mungki kita terbentur dengan sistem pendidikan di masing-masing negara.
Matemtika adalah seni apabila kita mampu mebuat sesuatu yang membuat orang lain merasa bahwa itu adalah seni. mendesain pembelajaran yang menarik dan menyenagnkan sesungguhnya dalah seni. tetapi kebanyakan kita cenderung menekan pada orang alin dan memberitahukan lebih awal bahwa matemtika adalah seni.Hal senada juga dibertahukan pa Marsigit dalam perkuliahan seni dalam matemtika itu harus didukung oleh cara pandang orang menilai kepribadian kiata mampau membuat sesuatu itu seni.
Taksonomi Bloom sangat relevan dalam pembelajaran matemtika karena dalam bermatematika atau matematisasi mengandung 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomorik dimana ketiganya merupakan satukesatuan aktivitas dalam pribadi pebelajar yang tek terpisahkan dan saling bertautan satu dengan yang lainnya.
Comment by Sabina Ndiung Program S2 DIKDAS UNY 2007
Hp: 085868217555