Selasa, 06 Januari 2009

Reflection Constructing Mathematics Activity at Group-Discussion of The 6th Grade Students Of Primary Schools

Given by Sabina Ndiung:
If we talk about teaching learning process, of course we can not avoid of our understanding of approach, method, technique, teacher and student. Basically, all teachers want their students to be successful of her/his lesson; but this perception needs a effort of the teacher and students themselves. As we know, many approaches are offered to the teachers to be applied which aimed just to get the students successful in learning. Besides, the changing of paradigm in teaching period by period also always appearred, from traditional method ( teacher-centered) has changed become modern method (student-centered).
Why does it happen? Of course, many reasons to answer this question such as: exams system have changed, new syllabus has been introduced, economic and political development in one country, teachers want to up to date their course, and ect. From above comment I really agree related to the research posted by Dr. Marsigit, M.A because of Constructing Mathematic Activity at Group-Discussion of the 6th Grade Students of Primary Schools is the appripriate concept in teaching mathematic for primary schools especially at the 6th grade. Why? Based on my understanding, by applying this approach means that I agree to change my own paradigm in teaching from tradisional approach become modern/progressive approach that is students are not seen as passive source of the knowledge but students are seen as active processor of the knowledge and at the end of the lesson students can become independent learner or constructor.
In other hand, the research of constructing mathematic activity at group-discussion of the 6th grade students of primary schools not only emphasizes at the students to be independent constructor at 6th grade in learning addition, subtraction and multiplication through group discussion approach but also the students can enhance their good relationship between teacher and them also among students themselves through the interaction in group discussion. I really agree this approach, students can get double competences that is know the knowledge which got by the students’ participation in group discussion and social competence which got by a good interaction between teacher and students and interaction among students themselves.
Thanks and success of group-discussion approach in teaching mathematic for primary schools especially for 6th grade students.

Pembelajaran dan permasalahannya (refleksi akhir perkuliahan)

Sudah menjadi gejala umum bahwasannya mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang disenangi siswa. Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran ini, dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar matematika siswa. Begitu banyak gebrakan atau upaya yang dilakukan oleh pihak kalngan pendidikan untuk mengubah paradigma yang masih melekat pada diri siswa, yaitu berusaha menghilangkan kecemasan siswa/pebelajar terhadap matematika.
Adapun cara yang dilakukan untuk menghilangkan rasa takut siswa terhadap matematika, yaitu (1) hadirnya berbagai pendekatan ataupun metode yang diterapkan guru dalam pembelajaran, (2) adanya perubahan paradigma mengajar menjadi paradigma belajar, (3) tawaran kurikulum yang menyenangkan yang akan memudahkan siswa memahami materi pelajaran, dan lain sebagainya.
Untuk menerapkan apa yang menjadi tuntutan dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka dituntut kemampuan yang lebih dari seorang pendidik agar mampu menjawabi tuntutan jaman. Dengan kemampuan tersebut niscaya apapun perkembangan yang terjadi di atas jagad alam raya ini dapat diterima sebagai anugerah yang besar dari sang penciptanya.
Sangatlah tidak adil bila faktor penentu utama perubahan dalam segala bidang merupakan skill figur seorang guru. Hal ini diungkapkan karena berdasarkan pengalaman pribadi saya dilapangan, bahwa masih banyak masyarakat mempercayai penuh lembaga atau sekolah sebagai tempat penitipan bagi anak mereka untuk mendapatkan semua yang mereka inginkan. Sebagai contoh, ada seorang yang kaya raya, bisa dikatakan seorang konglemerat, mempunyai masalah tentang perilaku anaknya yang kurang sopan. Pada suatu hari ia mendatangi sekolah dimana anaknya menimba pengetahuan. Sesampainya disekolah ia bahkan langsung memarahi kepala sekolah, katanya: “anak saya sangat tidak sopan di rumah, apakah disini (sekolah) tidak diajarkan sopan santun?”. Hal tersebut sekiranya sangat mengganggu psikis kepala sekolah. Tetapi demi keadilan rasa tanggung jawab, kepala sekolah langsung bertanya balik, “apakah bapak juga pernah punya waktu untuk mendidik anak bapak dan mengajari bagaimana bersopan santun?”, langsung bapaknya (ortu murid) menundukkan kepalanya, lalu sujud memohon maaf dan langsung pulang.
Dari sedikit ilustrasi di atas mengisyaratkan, bahwa benar-benar masih sebagian besar masyarakat, menyerahkan sepenuhnya kepercayaan mereka kepada guru untuk mendidik dan sekaligus mengubah perilaku anak mereka. Menurut saya, bahwa guru bukanlah satu-satunya pengubah perilaku anak, tetapi bagaimana kita saling melengkapi kebutuhan untuk menjawabi tuntutan perkembangan dan kemajuan teknologi.
Berbagai macam terobosan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada di negeri kita, agar siswa tidak lagi merasa gagap terhadap perkembangan, dan mampu meraih apa yang mereka inginkan melalui proses yang terjadi di sekolah khususnya dalam pembelajaran. Lahirlah berbagai aliran pendidikan, yang membuat pakar pendidikan saling beradu argumentasi demi mepertahankan konsistensi hasil penelitian mereka.
Bahwa adanya mitos matematika itu sangat sulit hanya merupakan suatu kompensasi dari yang bersangkutan oleh karena ketidaksiapannya menerima perubahan. Padahal, kalau dilihat, tidak ada seorang pun manusia di muka bumi ini yang tidak membutuhkan matematika. Semua orang membutuhkan matematika. Baik secara langsung mereka rasakan maupun secara tidak langsung. Matematika membutuhkan konsentrasi dari pebelajar dengan mengaitkan dengan fakta yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam membelajarkan matematika, khususnya di sekolah dasar menuntut kreativitas guru dan siswa dalam mengikuti proses agar pembelajaran tersebut menjadi bermakna. Tidaklah mudah untuk membelajarkan konsep dan meningkatkan pemahaman matematika bagi siswa sekolah dasar. Tetapi jika kita selaku pengajar dan pebelajar mampu mengaitkan matematika dengan dunia di sekitar serta memanfaatkan objek nyata disekitar maka dalam membelajarkan konsep tertentu yang membutuhkannya akan mudah dipahami. Hal ini tidak terlepas dari kesiapan seorang guru untuk mampu menjalankan tugas keprofesionalannya demi menjunjung tinggi profesi.
Pembelajaran yang ditawarkan dewasa ini, adalah bagaimana matematika itu dilaksanakan secara kontekstual. Siswa pun belajar tidak selalu diruang kelas, tetapi juga dapat memanfaatkan lingkungan belajar di luar kelas yang menuntut keterampilan melakukan sesuatu dan kemampuan mengamati objek jika dikaitkan dengan masalah nyata yang akan mendukung teori yang dipelajari. Semua itu dilakukan demi mendekatkan siswa terhadap pemahaman konsep dan keterkaitannya dengan materi yang dibahas di kelas agar tidak mengalami krisis pengetahuan dan pengalaman. Karena siswa dapat melakukan matematika setelah melihat bendanya atau alur pikirnya yang jelas.
Berbagai terobosan telah ditawarkan dalam matematika, baik pendekatan, metode, maupun strategi yang sekiranya dapat membantu peserta didik memahami matematika. Hal ini ditekankan agar siswa mampu menemukan pola, melakukan investigasi, menyelesaikan masalah, dan mampu mengkomunikasika matematika. Melihat aspek-aspek tersebut, bahwa matematika merupakan suatu rangkaian kegiatan terintegrasi yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Matematika yang merupakan kegiatan manusia/insani akan membantu pebelajar menemukan aspek-aspek yang dikuasai dalam membelajarkan matematika.
Semua hal yang merupakan tawaran untuk meningkatkan mutu pendidikan, dapat dilaksanakan asal saja seorang guru berani membuka diri untuk menerima berbagai inovasi dalam bidang pendidikan. Inovasi sangat penting. Tanpa inovasi, maka pendidikan kita tidak akan mengalami perkembangan, siswa masih saja dianggap subjek penerima/pasif dalam pelajaran karena masih menerapkan tradisi yang dilakukan guru dari tahun ke tahun. Dalam mengajar hendaknya tidak terjadi faktor keterpaksaan tetapi merupakan dorongan hati/intusi yang bersumber dari hati nurani.
Perubahan pardigma mengajar (teacher-centered) ke paradigma belajar (student-centered). Tetapi dari berbagai laporan dan pengalaman saya di lapangan, bahwa paradigma pembelajaran matematika yang digunakan sekarang sebagian besar guru menggunakan para digma mengajar. Dalam paradigma ini masih berpegang pada prinsip bahwa pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, sehingga siswa tidak perlu lagi mambuat atau mengkonstruksinya, yang lainnya pengajar sebagai satu-satunya sumber pengetahuan karena siswa duduk diam di kursi dan melipat tangan di atas meja. Hal ini terbukti, jika siswa diminta untuk membuktikan teorema atau alasan mengapa sesuatu rumus dapat digunakan dalam menyelesaikan sesuatu soal, siswa tidak dapat menjawabnya karena mereka tidak diberi kesempatan dalam pembelajaran akibatnya ia merasa kikuk atau tidak berani.
Paradigma pembelajaran matematika seperti yang masih digunakan sekarang sangat tidak sesuai atau bertolak belakang dengan pembelajaran dalam KBK aatupun KTSP. Sekiranya pendekatan pembelajaran seperti apa yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran dalam KBK atau KTSP, merupakan tanggungjawab masing-masing guru dalam melaksanakan pembelajaran yang mengutamakan kepentingan peserta didik dan membiarkan siswa mnegkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Jadi, dari berbagai ulasan singakt yang sangat sederhana saya pribadi menyimpulkan, bahwa sesuatu dapat dilaksanakan dengan benar asal saja kita selaku pendidik bersedia menerima perubahan, dan mampu melaksanakannya sesuai dengan kemampuan kita. Prinsipnya pantang menyerah, melaksanakan dan mencintai profesi seperti kita mengahargai diri kita sendiri.